Menuju Baligh anak-anak
Alhamdulillah awal pekan ini Ubaydah si anak kedua sudah di khitan. Sampai aku menuliskan ini di sini, lukanya masih belum kering. Tapi.. biidzinillah Allah kasih banyak kemudahan. Pulangnya kami sempat mampir ke salah satu tempat minum kopi favorit di dekat tempat khitan. Then suamiku mulai salah satu obrolan yang membuatku 'oh wah udah datang masanya'.
"alhamdulillah sudah sunat Ubaydah, sebentar lagi Hudzaifah datang ngabarin mau nikah"
![]() |
Agak tersentak ya, walau sudah tau si nih anak sudah mau masuk masa baligh. Tetap yang pertama kepikiran adalah, "udah siap atau belum?"
Baru aja kemarin saat lagi belanja, Ubaydah minta salah satu hadiah sunatnya adalah buku. Aku izinkan dia untuk memilah beberapa buku di salah satu toko di marketplace. Then kulihat di keranjang, dia masukan beberapa buku. Salah duanya berjudul "Menuju masa baligh" dan buku "aku sudah baligh".
Disclaimer dulu, anak-anak tidak dibiasakan membeli apa-apa sendiri. Mereka boleh milih, tapi di akhir yang memilihkan tetap aku, dan keputusannya tetap di Atut. Jadi walau aku setuju, kemudian Atut ga setuju maka suara akan di sama ratakan dengan keputusan Atut. Why? karena aku sama atut sepakat bahwa dirumah ini harus satu komando. Bukan otoriter, Atut tetap dengerin maksud dan alasan yang lain. Ini semata-mata buat ngedidik mereka untuk patuh sama aturan. Dengan harapan supaya mereka juga bisa patuh sama syariat agama dalam setiap lembar hidupnya kelak. Nashalulloha assalamah wal aafiyah.
Dari 2 buku yang pernah ku baca, salah satu diantaranya menjelaskan bahwa di islam sebenarnya ga ada masa transisi dari usia anak-anak ke usia baligh. Maksudnya, bila anak di-didik secara fitrah, maka mereka akan lebih siap mental ketika baligh. Tidak ditemukan masa-masa cari jati diri, seperti yang aku sendiri alami saat masuk masak-masa remaja. Dimana menurut para ilmuwan barat, remaja adalah fase sulit diatur, keras, emosi dan banyak masalah.
Hal ini tidak ditemukan pada masyarakat tradisional dengan mata pencaharian sebagai penggembala atau petani. Mereka terbiasa dengan pekerjaan - pekerjaan harian dan membantu orang tua. Sehingga saat memasuki usia baligh dan tubuhnya kuat, ia telah tumbuh menjadi lelaki yang dapat melakukan pekerjaan dewasa pada umumnya.
Artinya ketika masa baligh, mereka wajarnya adalah sudah mampu mencari nafkah sendiri.
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan:
حق الابن على أبيه ينتهي بمجرد استغنائه عنه ، إذا كبر واستطاع أن يكتسب لنفسه وأن يستغني بكسبه : فإنه ينتهي حقه على والده في الإنفاق ، أما مادام أنه صغير أو كبير ولكنه لم يستغن ولم يقدر على الاكتساب : فإنه يبقى على والده حق الإنفاق عليه حتى يستغني
“Hak anak yang wajib dipenuhi oleh ayahnya adalah sekedar memberikan kecukupan kepada anaknya. Jika anak sudah dewasa dan mampu untuk mencari penghasilan sendiri untuk dirinya, atau ia punya harta yang cukup untuk dirinya, maka berhenti kewajiban nafkah atas ayahnya. Adapun selama sang anak masih kecil atau sang anak sudah dewasa namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak mampu untuk mencari penghasilan, maka ia masih memiliki hak untuk diberikan nafkah dari ayahnya sampai ia bisa tercukupi” (Muntaqa Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, 3/240).
Ulama sepakat bahwa seorang ayah wajib menafkahi anaknya yang lemah (tidak mampu mencari penghasilan), baik laki-laki dan perempuan, sampai mereka bisa mencukupi nafkah dirinya. Baik sudah dewasa atau masuk kecil.
Tapi...
tentunya keadaan tidak seideal itu. Kita bukan tinggal di gunung atau padang rumput. Kita bukan penggembala juga bukan petani. Seiring perkembangan zaman, pasti saja ada yang bakalan nyeletuk "udah ga sesuai dengan keadaan jaman sekarang". Apalagi melihat jaman sekarang usia baligh secara fisik itu makin maju. Ada anak laki-laki yang sudah baligh diusia 9 tahun!. Ga bisa dipungkiri ini ada pengaruh media, dari banyak nya tontonan atau gambar yang mempengaruhi. Pasti...
Lalu gimana penerapan terbaiknya?
Aku belum punya anak yang sudah baligh, tentunya ga bisa kasih saran ini itu. Satu hal yang aku yakini, walau kita bukan tinggal di gunung atau di alam manapun, dengan mengikut sertakan anak melakukan tugas domestik sehari-hari, insyaallah anak akan terbentuk jadi pribadi yang lebih tenang di masa remajanya.
Dengan mengetahui dan merasakan bahwa piring itu harus dicuci setelah makan, atau kalau ada kotoran harus dibersihkan, mereka akan sadar bahwa semua hal ga bisa selesai dengan sendirinya.
Begitu juga dalam hal ibadah. Dari bangun pagi hingga tidur di malam hari, belajar disiplinnya dengan menerapkan sesuai jadwal ibadah harian. Ada waktu sholat, waktu dzikir, waktu baca quran, waktu dengar kajian, waktu toharoh, waktu bergaul dengan teman. Dan itu jadi bagian dari pembentukan mereka menuju baligh.
Aku menyadari banyak pengaruh luar yang akan jadi bagian dari pembentukan pribadi anak-anakku. Sebagai manusia biasa aku ga ada daya upaya untuk selalu bisa jaga mereka kecuali dengan bantuan Allah ta ala.
Kekuatan terbesar untuk membentengi mereka, sadar atau tidak sadar itu adalah DOA.
Nabi sabdakan dalam suatu hadis yang dibawakan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ
وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang terzalimi.” (HR. Abu Daud no. 1536, Ibnu Majah no. 3862, dan Tirmidzi no. 1905. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini hasan)
Ini ga cliche kok, Kalau berani mengakui dan menilik apa yang sudah kita lewati... aku juga banyak manusia lain di muka bumi pasti sudah merasakan bagaimana doa orang tua itu bekerja.
Ketika anak sudah mulai masuk masa baligh, maka amalan dan dosa mereka akan dicatat. Kehidupan mereka sebagai manusia dengan tugasnya di muka bumi untuk ibadah sudah dimulai. Saat itu juga pasti cobaan untuk dirinya pasti akan semakin besar. Allohul musta'an
Zaman sekarang fitnah terbesar itu fitnah syahwat. Dimana-mana manusia melihat hal yang ga seharusnya mereka lihat. Mau itu perempuan ataupun laki-laki.
Bahaya zina juga diterangkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim, no. 6925).
اللَّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ
“Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah kemaluannya.”
Semenjak hari itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong atau zina).” (HR. Ahmad, 5: 256. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, perawinya tsiqah termasuk dalam jajaran perawi shahih)
Sumber https://rumaysho.com/37832-khutbah-jumat-jauhilah-zina-dan-perselingkuhan.html
Semoga Allah melindungi kita dan anak cucu.
Komentar
Posting Komentar