Paparan Gadget pada anak-anak

 Akhir pekan kemarin kami mengunjungi orang tuaku, kami juga janjian dengan sepupuku di sana karena sudah cukup lama keluarga kami ga ketemuan. Sebenarnya sepupuku ini usianya jauh di atasku, anak pertamanya masuk usia SMP. Biidzinillah anaknya masuk ke Boarding School sunnah yang letaknya di Cipayung, Jakarta Timur. Sepupuku ini belum rutin ngaji sunnah, tapi karena ada beberapa tetangganya yang sudah ngaji, jadi sedikit banyak dia terinfokan tentang sekolah anak yang bagus itu seperti apa.

Long story short, anaknya ini seperti kebanyakan anak yang baru masuk ma'had, tidak betah tinggal disana. Rupayanya bukan karena sekolahnya tapi karena anak-anaknya yang menurutnya tidak sejalan dengan pola mainnya dia. 

Saat kutanya, terlontarlah kata "disana anak-anak skibidi" (dalam artian: cemen, atau masih anak2 kecil) menurut anak sepupuku. FYI term skibidi ini keluar sejak di Youtube ada seri Skibidi Toilet yang mana... aku yakin orangtua normal mana pun akan sepakat bahwa konten tersebut BURUK buat anak-anak.

Barusan ku googling apa itu istilah skibidi

Skibidi merupakan kata gaul yang populer di kalangan Gen Alpha. Melansir Urban Dictionary, skibidi adalah kata digunakan untuk memulai percakapan, khususnya percakapan konyol. Skibidi juga digunakan dalam percakapan antar orang mengalami gangguan otak akibat terlalu banyak menonton konten internet bernilai rendah alias brainrot.

Nah... aku ambil kesimpulan sendiri, mungkin kata-kata skibidi ini ditujukan untuk anak-anak yang masih lugu di sekolah tersebut.

Ibunya sempat menenangkan anaknya dengan berkata, "mungkin mereka anak rumahan semua". Aku dan suami saat itu hanya mendengarkan ceritanya. Kami ga komentar apa pun. 

Saat kembali ke rumah. Aku jadi banyak berpikir, tentang keadaan anak-anak di rumah. Anak-anak kami Homeschooling. Mereka berkutat dengan internet dan gadget tiap hari. Handphone tidak dibatas akhir pekan saja, tapi bebas digunakan saat mama memperbolehkan.



Sebagai catatan anak-anak kami tidak bermain game, baik online maupun offline sudah kurang lebih 1 tahun ke belakang. Sebelum ini mereka sempat kami jadwalkan main game hanya di akhir pekan. Tapi ternyata apa yang kami rasakan itu kurang baik untuk anak-anak. Mereka jadi agresif kalau akhir pekan, karena hanya ada 1 hp untuk bermain, saat gilirannya dan mereka belum kedapatan giliran, mereka bisa marah-marah. Yang paling parahnya, pernah satu waktu anak yang sedang kedapatan giliran main, karena saking takutnya habis waktu main, dia tahan BAK walhasil dia ngompol di celana.

Dengan keadaan seperti itu akhirnya suamiku ambil langkah tegas untuk CUT game selama-lamanya dari rumah kami. Jadi kalau dibilang anak-anak tau game, mereka tau nama-nama game dan sebagainya, tapi mereka tidak main game.

Tentunya langkah tegas itu dibarengi sama penjelasan panjang lebar kenapa itu semua suamiku ambil untuk mereka. Sambil dibesarkan hati bahwa mereka sudah besar, sudah paham mana baik mana yang buruk. Alhamdulillah mereka menyadari bahwa dampak dari main game ternyata lebih buruk dari tidak main game sama sekali.

Proses nerima ini panjang qodarullah. Mereka sempat iri kalau lihat ada yang bermain game. Tapi ini dilakukan untuk mereka, aku harus lebih banyak doain

Kemudian, aku sebagai orang tua yang lebih sering bersama mereka dibanding papanya, akhirnya memberi usul untuk mereka menyalurkan kegemarannya saja. Seperti membuat eksperimen, menonton video dokumenter hewan, mengedit gambar di Canva. Itu boleh dilakukan.. atau menggambar pixel yang mana ternyata itu jadi hal yang sangat mereka sukai akhir-akhir ini.

Semoga kelak mereka paham apa yang kami lakukan adalah kebaikan untuk mereka. Harapanku dan suami, semoga mereka bisa memilah sendiri apa yang mereka bisa tonton dan bisa kerjakan. Dengan harapan itulah kami tidak secara tegas membatasi mereka menggunakan gadget. Tentunya dengan banyak pengawasan dan pembicaraan dengan mereka. Aku berikan mereka kepercayaan, maka dengan kepercayaan itu mereka mudah-mudahan belajar untuk jaga amanah.

Apa mereka nonstop ber-gadget?

Tentu tidak. Mereka hanya boleh pake gadget kalau mama yang suruh atau saat mereka butuh dan diizinkan. Jadi bisa juga dalam sehari mereka ga pegang gadget sama sekali.

Disisi lain,

Ternyata... apa yang jadi pikiranku selepas pulang dari rumah mama akhir pekan kemarin, membuatku menarik kesimpulan bahwa anak-anakku bukan anak yang asik diajak bermain bagi sebagian anak jaman sekarang. Terutama bagi anak-anak yang bermain game. 

Itu juga terbukti di grup WA yang anak-anakku buat, ternyata qodarullah cuma sedikit atau malah ga ada yang tertarik dengan penjelasan kegiatan seni yang anakku lakukan. Hehe.. sedih? Engga ya insyaallah, aku lebih khawatir ke penerimaan anakku. Tapi balik lagi, bergaul dengan teman itu ujian tersendiri. Aku selalu ingatkan anak-anak untuk berdoa agar mereka dikaruniakan Allah teman-teman yang sholeh.

Komentar

Postingan Populer