Perasaan Sedih
Bismillah.
Akhirnya tangisan itu pecah. Aku jarang sekali menangis didepan suami. Bisa terhitung mungkin baru 3 atau 4 kali aku menangis didepannya selama kurang lebih 10 tahun pernikahan kami.
Aku tak menyangka maksudku bicara malah melukainya. Aku tak menyangka omongan candaan ku ternyata tidak tepat baginya. Waktu yang kuanggap pas ternyata bukan saat itu untuknya.
Dua kepala ini. Secara global... dua gender ini. Laki-laki dan perempuan. Allah ciptakan seperti ini. Sama-sama manusia, isi kepala berbeda. Maksud dan cara penyampaian berbeda. Perasaan dan pola pikir yang tak akan sama walau mungkin tujuannya sama.
Aku tidak menyalahkannya. Namun yang aku rasa dari tanggapannya saat itu adalah perasaan perih sekali dihatiku. Ternyata apa yang selama ini kuanggap sudah cukup baik. Rupanya baginya masih nol.
Aku tidak akan menyangkal apapun. Toh semua yang dia katakan benar.
Dan perasaan sedih itu, sengaja kutulis disini. Agar suatu saat aku ingat. Allah turunkan perasaan ini untukku muhasabah. Untukku meminta ampun atas dosa dosaku yang melebihi gunung. Bahwa hanya kepada Allah aku bisa bergantung. Bahwa apapun yang aku lakukan selayaknya bukan untuk mengharap apapun dari manusia manapun.
la hawla walaa quwwata illa billah
Sabar itu pada hantaman pertama.
Kata-kata itu terus terngiang. Ya Rabb.. sulit sekali.
Kemudian aku teringat doa yang pernah ustadz Firanda sampaikan di kajian "untukmu yang sedang bersedih"
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ
ـJika yang berdoa wanita maka hendaknya yang bergaris dibawah diganti dengan([1]) :
أَمَتُكَ وَابْنَةُ عَبْدِكَ وَابْنَةُ أَمَتِكَ
“Allaahumma innii ‘abduka, wabnu ‘abdika, wabnu amatika (jika yang berdoa wanita maka diganti dengan : amatuka wabnatu ábdika wabnatu amatika), naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qodhoo-uka, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahu fii kitaabika, au ‘allamtahu ahadan min kholqika, awista’tsarta bihi fii ‘ilmil ghoibi ‘indaka, an taj’alal qur-aana robii’a qolbii, wa nuuro shodrii, wa jalaa-a huznii, wa dzahaaba hammii.”
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu, dan anak hamba perempuanMu([2]), ubun-ubunku berada di tanganMu([3]), hukumMu berlaku terhadap diriku([4]), dan ketetapanMu adil pada diriku([5]). Aku memohon kepadaMu dengan segala Nama yang menjadi milikMu, yang Engkau namai diriMu dengannya, atau yang Engkau turunkan di dalam kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisiMu, maka aku mohon dengan itu agar Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku, pelipur kesedihanku, dan penghilang bagi kesusahanku.”
Komentar
Posting Komentar